UPT. Al-Islam & Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Pontianak

KEPERCAYAAN KHURAFAT MENGANGGAP BULAN SAFAR BULAN NAHAS

Tidak  sedikit umat Islam di negeri ini yang dalam melakukan berbagai pekerjaan dan kegiatan selalu tersebut terlebih dahulu memilih-milih dan mempertimbangkan hari dan bulan  yang dianggap baik. Karena mereka beranggapan apa bila salah memilih hari maka akan berdampak buruk. Seperti apabila hendak bepergian jauh banyak orang yang tidak melakukannya pada bulan Safar , karena bulan  tersebut dianggap bulan  nahas atau bulan  yang dapat mendatangkan kesialan.
Timbul pertanyaan bagaimana menurut Islam tentang adanya anggapan atau keyakinan terhadap adanya bulan Safar sebagai bulan nahas dan sial tersebut?. Apakah Islam membenarkan atau membolehkan adanya anggapan seperti tersebut, dan apakah tidak bertentangan dengan aqidah ?.
Menurut bahasa Safar berarti kosong, ada pula yang mengartikannya kuning. Sebab dinamakan Safar, karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) untuk berperang ataupun bepergian jauh. Ada pula yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Itulah sebabnya mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh dengan kejelekan. Pendapat lain menyatakan bahwa Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.
Bagaimana perspektif banyak orang terhadap bulan Safar? Ada banyak hal menarik anggapan dan kepercayaan orang banyak terhadap bulan Safar, di antara yang terpenting dari pemahaman bulan Safar tersebut berkaitan dengan hari Rabu, terutama Rabu terakhir, yang biasa disebut dengan Arba Mustamir dan dalam bahasa Jawa disebut Rabu Wekasan. Dalam anggapan masyarakat kesialan bulan Safar akan semakin meningkat jika bertemunya  dengan Rabu terakhir di bulan yang sama. Sebab, berdasarkan riwayat yang tidak dapat dipertanggung jawabkan  disebutkan bahwa Allah telah menurunkan 3333 jenis penyakit pada hari Rabu bulan Safar, sehingga jika keduanya bertemu maka tingkat dan efek negative (kesialan) yang menyebar pada waktu itu semakin tinggi pula. Itulah sebabnya maka sebagian kalangan masyarakat yang mempercayainya semakin  meningkatkan  kewaspadaan mereka terhadap hari Rabu bulan Safar . Sehingga dalam rangka menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (kesialan), banyak orang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti antara lain :
1. Shalat sunnat mutlak disertai dengan pembacaan doa tolak bala
2. Mengadakan  selamatan tolak bala  kampung,
3. Melakukan  mandi Safar untuk membuang sial,
4. Tidak akan melakukan perjalanan atau bepergian jauh
Bermula dari sinilah kemudian muncul berbagai anggapan berkenaan dengan bulan Safar, yang intinya sama. Bulan Safar sebagai bulan nahas, bulan sial, bulan panas, bulan diturunkannya bala dan penyakit, dan bulan yang harus diwaspadai keberadaannya. Karena pada bulan ini, segala penyakit, racun, dan hal-hal yang berbau magis memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat dibanding pada bulan lainnya. Terlebih-lebih lagi tatkala memasuki hari Rabu terakhir di bulan Safar, yang dinamakan dengan Arba Mustamir atau dalam bahasa Jawa disebut Arba Wekasan.
Anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan yang tidak baik, memang dipahami secara umum oleh sebagian kalangan orang Islam di negeri ini sebagaimana keyakinan  dari orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu. Mengapa mereka beranggapan bulan Safar sebagai bulan panas dan sial?. Konon  sebab-musabab munculnya anggapan seperti itu adalah karena : pada masa atau kurun waktu ketika ilmu-ilmu magis masih berkembang dan sangat ditakuti oleh masyarakat yang berada pada zaman tersebut, konon menjadi semacam kebiasaan dalam masyarakat orang-orang tertentu yang menguasai ilmu sihir (semacam guna-guna, teluh, santet, atau parang maya) melakukan ritual khusus untuk mengirimkan ilmunya kepada orang lain dengan tujuan tertentu pada bulan Safar. Pada bulan Safar katanya ilmu yang mereka lepas tersebut lebih ampuh dibanding pada bulan yang lain, dan orang yang terkena ilmu itupun akan susah untuk disembuhkan. Jika tujuan pelepasan ilmu untuk membuat orang yang terkena sakit maka akan sakit, jika untuk membuat orang terpikat maka akan terpikat, bahkan keampuhan pikatan tersebut bisa membuat orang yang terkena tergila-gila, dan seterusnya. Selain itu konon juga para dukun  pada bulan tersebut sengaja melepaskan racun-racun yang mematikan guna mencari mangsanya agar racun  tersebut tetap mempunyai keampuhan.
Kepercayaan tentang hari baik atau buruk itu telah ada  sejak zaman Arab Jahiliyah. Sebagai contoh apabila seseorang itu hendak keluar rumah dan didapati ada burung terbang atau lalu di sebelah kanan, mereka mempercayai bahwa seseorang itu tidak akan mendapat bencana dan boleh melakukan atau meneruskan hajatnya untuk keluar rumah. Sebaliknya jika burung itu terbang atau melintas ke sebelah kiri, seseorang itu tidak dibolehkan  keluar rumah atau jka dia telah keluar rumah, dia harus  kembali ke rumahnya dan tidak meneruskan hajatnya. Oleh karena yang  demikian, menurut mereka burung itu terbang sebagai petanda dan petunjuk untuk mengetahui tentang baik buruknya melakukan sesuatu pekerjaan atau sesuatu hajat  seperti hendak keluar rumah.
Di dalam Al-Qur‘an Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah menceritakan peristiwa kaum ‘Add. Allah Subhanahu wa Ta‘ala membinasakan mereka karena mendustakan RasulNya dengan menurunkan angin ribut yang kencang yang berlanjutan sehingga manusia gugur bergelempangan seperti batang-batang pohon kurma yang terbongkar.
Peristiwa ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam firmanNya :
Kaum 'Aad pun mendustakan(pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus,yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang.Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.
(QS. Al-Qamar : 18-21)
Imam Qurtubi menceritakan bahawa menurut Ibnu Abbas, peristiwa tersebut berlaku pada hari Rabu yang terakhir bagi bulan itu. Yang dimaksudkan hari nahas di dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta‘ala membinasakan kaum ‘Add yang kafir dan orang-orang mendustakan Rasul mereka sahaja. Dengan kata lain Allah tidak membinasakan RasulNya dan orang-orang yang beriman dengan rasul mereka. Maka peristiwa tersebut tidak ada kena mengena dengan hari yang membawa bencana, sial dan nahas. (Al-Qurtubi: 17/135)
Dari peristiwa tersebut sebahagian orang mempercayai bahawa pada hari Rabu yang terakhir bagi setiap bulan adalah hari bala diturunkan. Maka tidak ada pekerjaan atau kerja-kerja amal pada hari tersebut.
Para ulama mengatakan  tidak terdapat satupun hadis yang sahih mengenai turunnya bala pada hari Rabu atau pada hari Rabu yang terakhir bagi setiap bulan. Sebahagian ulama mengatakan bahawa hadis-hadis yang diriwayatkan berkaitan dengan perkara tersebut adalah hadis-hadis rekaan (maudhu‘) semata-mata.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS.Yunus : 5 _)
Dari ayat tersebut diatas Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa peredaran bulan tiada lain semata untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu yang termasuk di dalamnya bulan Safar. Karenanya hari itu tidak mempunyai sama sekali kekuatan atau kemampuan yang dapat mendatangkan kesialan bagi manusia.
Apa saja yang terjadi pada diri manusia baik berupa kebaikan atau keburukan (kesialan) semuanya datang dari Allah azza wa jalla, bukan datang dari siapa-siapa, bukan datang dari bulan Safar. Sehingga barang siapa diantara manusia yang beranggapan bahwa bulan Safar sebagai bulan  sial  maka ia telah menyamakan  kedudukan hari tersebut dengan Alllah, dan ini termasuk perbuatan syirik. Sepatutnyalah kita sebagai umat yang mentauhidkan Allah menjauhkan diri dari perbuatan dan perilaku syirik seperti menganggap atau meyakini bahwa bulan Safar bulan  nahas yang dapat mendatangkan  kesialan.
Wallaahu’alam


1 komentar:

Sukkron