Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha memadamkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah. Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah subhanahu wata’ala di dalam firman-Nya, di antaranya:
“Sebagian besar Ahli
Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri,
setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka,
sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah:109)
Firman Allah
subhanahu wata’ala yang lain, artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa
kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu
menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan.’ Allah sekali-kali
tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. ‘Ali Imran:99)
Salah satu cara
mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus) yakni dengan
menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan
masyarakat serta dibuat kesan seolah-olah hal itu merupakan hari besar yang
sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja.
Sesungguhnya kaum
Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang
dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium
baru dan sebagian besar orang sangat sibuk memperingatinya, tak terkecuali
sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap
muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka
adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa,
sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada
kekufuran, kesesatan, dan kemungkaran secara syar’i seperti seruan ke arah
persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat
dihindari adanya simbol-simbol keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan
ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat
Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak
agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret
kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan
umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya
sendiri.
Telah jelas sekali
dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah, dan atsar yang shahih tentang larangan
meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas
dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau
hari besar mereka. Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat
yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka
berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini
adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang
diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka
haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru
dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas
juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain: Orang-orang kafir
itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas
kebatilan yang mereka lakukan. Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa
pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara
bertahap tanpa terasa. Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan
ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan
batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan. Ini sebagaimana
yang difirmankan Allah subhanahu wata’ala, artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maaidah: 51)
Dari uraian di atas,
maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb,
Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan
hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri,
bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut. Karena hal ini termasuk
dosa dan melanggar batasan Allah. Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong
di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah:
“Dan tolong-menolonglah kamu di dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maaidah: 2)
Tidak diperbolehkan
kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur
dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti: iklan dan
himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon / membuat baju
bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan;
membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis; memberi
keistimewaan seperti hadiah / diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun (yang
banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati
hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Dilarang bagi umat
Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini
menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati
mereka. Berkaitan dengan ini Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata,
“Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah
disepakati keharamannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka,
puasa mereka dengan mengucapkan, “Selamat hari raya” (dan yang semisalnya),
meskipun pengucapnya tidak terjerumus ke dalam kekufuran, namun ia telah
melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan
mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah,
hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada
peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam
yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia
tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian,
barangsiapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid’ahan dan lebih-lebih
kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah”. Demikian ucapan beliau
rahimahullah.
Setiap muslim harus
merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini
adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para
shahabat rodhiyallahu ‘anhum, sebisa mungkin kita pertahankan penggunaannya,
walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat
hingga sekarang, selalu menggunakannya, tidak perlu dengan mengadakan
perayaan-perayaan tertentu. Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh
setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha
sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah
dan laknat-Nya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan
Dia sebagai penolong.
Wallahu'alam bishshawab.