UPT. Al-Islam & Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Pontianak

MEMBANGUN KARAKTER IKHLAS BERKURBAN

Berita yang beredar akhir-akhir ini banyak pengungsian yang terjadi di daerah selatan bagian dari Indonesia akibat kerusuhan sosial. Sungguh mengenaskan manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka dapat saling mengenal dan bekerja sama justru berbaku-bunuh dan baku-bantai. Manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi justru menjadi pembuat onar dan kerusakan. Manusia diciptakan dalam kejadian yang paling baik justru memilih menjadi makhluk yang paling hina, lebih hina dari binatang.

Sebagaimana diketahui bahwa kaum muslimin yang sedang beribadah di tanah suci mengorbankan hartanya dan mempertaruhkan jiwanya melawan dingin yang menusuk tulang di malam hari dan panas yang menyengat kulit di siang hari demi memperoleh ridha Allah. Mereka tanggalkan segala atribut atau embel-embel keduniaan. Kaum muslimin tidak mengenal harta, pangkat, dan kedudukan kala itu. Yang ada dalam benak hanyalah berserah diri kepada Allah agar haji yang sedang ditunaikan diterima oleh Allah.
Keikhlasan demikian hendaknya selalu ada dalam setiap bentuk peribadatan, baik ibadah mahdhah seperti shalat, puasa, dan sebagiannya maupun peribadatan lain seperti bekerja, membantu orang lain, melayani umat, mengajar, menjalankan administrasi, berdagang, dan lain sebagainya. Keikhlasan tersebut juga harus ada dalam berbagai pengorbanan agar lebih dekat kepada Allah swt. Ikhlas dan hanya ikhlas karena karya yang kita hasilkan hanya dipersembahkan kepada Allah, tuhan semesta alam.
Keikhlasan bukan seperti nafsu, yang selalu muncul setiap kali ada mangsa. Nafsu selalu muncul karena memang nafsu itu salah satu unsur dalam sistem kehidupan manusia, yaitu unsur yang berfungsi mempertahankan kelanggengan sistem tubuh dan unsur intrinsik manusia. Sebaliknya, keikhlasan harus selalu dipupuk, dievalusi, diperbaiki, dan dipertahankan.
Sungguh menakjubkan keikhlasan yang dicontohkan Ibrahim. Hari raya Idul Adha sepanjang sejarah selalu dikaitkan dengan pengalaman ruhani Nabi Ibrahim. Pengalaman ruhani itu begitu spektakuler dalam sejarah. Tak terbayangkan apa yang akan dilakukan seorang muslim apabila dihadapkan pada perintah Allah untuk mengurbankan anak sendiri. Keberhasilan Ibrahin kala itu memang patut dicontoh oleh segenap umat manusia dalam ketaatannya kepada perintah Allah.

Kisah Ibrahim
Ibrahim adalah anak seorang pemahat patung di kerajaan Babylonia yang bernama Azar. Sejak kecil daya fikir kritisnya sudah nampak. Ketika melihat sesuatu yang tidak masuk akal, fikirannya langsung berontak. Tercatat dalam kitab, meskipun penuh resiko, dan tidak dapat menerima kenyataan bahwa ayahnya memahat batu menjadi patung, lalu menyembahnya. Dia berontak lalu ditangkap dan dihukum bakar. Atas pertolongan Allah ia selamat dan lari ke arah barat, daerah Kana’an, tepatnya Palestina Selatan.
Dari Kana’an dia pindah ke Mesir karena adanya bencana kesulitan pangan. Dengan istrinya, Sarah, dia tinggal di negeri tersebut untuk sementara. Karena terkesan oleh beliau, raja Mesir waktu itu, Fir’aun, memberikan hadiah seorang budak, yang bernama Hajar. Hidup bersama Sarah yang sudah cukup lama dalam sejarah dikatakan sampai mereka tua belum dapat membuahkan seorang pun anak. Begitu rindu akan keturunan, Ibrahim pun berdoa kepada Allah agar diberi. Begitu besar pengertian istrinya, Sarah, kepada Ibrahim ia mengajurkan untuk memperistrikan Hajar. Dari perkawinan dengan Hajar, Ibrahim mendapat seorang putra yang diberi nama Ismail.
Di dalam Al Qur’an diceritakan bahwa atas bimbingan malaikat Ibrahim membawa Ismail dan Hajar ke arah Selatan dari Kana’an dan terus ke Selatan sampai ke lembah tandus dan gersang, tanpa tetumbuhan (QS. Ibrahim/14:37). Hal tersebut dikarenakan Ibarahim tampak sangat mencintai Ismail dan Hajar sehingga Sarah meminta Ibrahim membawa anak dan ibu itu keluar rumah. Wajar, mungkin karena cemburu dan mungkin agar pemandangan Ibrahim mencurahkan kasih sayang kepada Hajar dan Ismail tidak terlalu menusuk ke hati Sarah. Setelah mengantarkan anak Ismail dan Ibunya, atas petunjuk Ilahi, Ibrahim kembali lagi ke Kana’an, sesekali Ibrahim pergi menjenguk Ismail.
Subhanallah, di balik penderitaan hajar dan Ismail ternyata ada rahmat tersembunyi. Tentu itu semua sudah rencana Allah karena di lembah yang gersang itu nantinya terletak rumah suci pertama kali yang didirikan untuk umat manusia (QS. Qli Imran/3:96).
Lembah itu diberi nama lembah Bakka atau Makkah. Kala itu rumah suci itu belum ada. Baru setelah diperintahkan oleh Allah Ibrahim dan anaknya membangun rumah suci tersebut ( QS. Al Baqarah/2: 127). Karena bentuknya yaitu persegi empat maka rumah suci itu dikenal dengan sebagai  Ka’bah artinya “Kubik”. Dalam satu periode sejarah, di lembah itu pula Ibrahim menyampaikan kepada Ismail bahwa ia menerima perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail. Ismail pun dengan rela mendorong ayahnya untuk menjalankan perintah itu meskipun kemudian Allah menggantikannya dengan binatang untuk disembelih setelah terbukti Ibrahim patuh tanpa reserve.

Karakter Berkurban
Kalau saja masyarakat muslim yang sedang carut marut berbaku hantam, penguasa yang keruk kekuasaan, dan pengusaha yang rakus dapat melakukan pertaubatan dan meneladani karakter Ibrahim yang rela berkorban , tulus berbuat, dan selalu mencari kebenaran untuk diikuti, niscaya bangsa ini menjadi baik. Namun watak tidak dapat dipelajari dengan sekejap. Watak terlebih lagi watak ikhlas berkorban, harus dibangun dengan penuh kesabaran melalui pendidikan dan latihan yang panjang. Memang berat tetapi sangat mulia. Sungguh mudah mengumbar angkara murka dan sifat durjana. Bahkan ada kecenderungan sekarang, kejahatan dihentikan dengan kejahatan yang lain, kejahatan yang baru dan lebih sadis. Orang memiliki kejahatan kecil, semisal mencuri, oleh massa yang beringas dan dikuasi syaitan dibakar hidup-hidup. Orang yang menabrak tak sengaja dibantai ramai-ramai. Sungguh keji, kejelekan ditimpa kesadisan.
Apakah tidak bisa kejahatan dibalas dengan nasehat? Apakah mustahil, kecurangan dibalas dengan keadilan? Apakah hina menyambut kesombongan orang dengan keramahan? Kuncinya adalah ketulusan dalam berkorban. Mengapa kita tidak bisa mengorbankan keangkuhan kita untuk menuju ketakwaan. (QS Fushilat/41: 34).
Ajaran berkorban yang dilambangkan dengan penyembelihan hewan memiliki makna yang dalam. Bermula dari ujian kepatuhan dan keikhlasan Ibrahim dalam menjalankan tugas dari Allah lalu berkembang menjadi media pendidikan untuk mencapai ketulusan dalam berbuat. Dengan mengikhlaskan harta yang ada pada kita yang sudah ada kita belikan hewan. Di depan mata hewan itu disembelih untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak. Yang diharapkan bukan pujian atau jabatan tangan dari orang melainkan kedekatan kepada Allah. Dengan keikhlasan, segala sifat dengki dan pelit terhapus. Dengan sifat penuh perhatian kepada orang lain yang dilanjutkan dengan amal yang bersifat proaktif, pribadi muslim akan terlatih ikhlas. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.
Namun perlu diingat, hari raya yang hanya sekali dalam setahun hanyalah media formal untuk menempa diri. Selain itu, masih diperlukan usaha-usaha lain untuk melatih diri dengan lebih banyak berkorban, memberikan harta, memberikan senyum,memberikan kasih, dan memberikan cinta kepada sesama. Cintailah yang ada dibumi, maka kita akan dicintai oleh yang ada dilangit. Bukan bendanya yang penting dalam memberi tetapi kasih yang tulus serta cinta yang dalam yang lebih berarti. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (QS. Al-Hajj/22: 37). ”Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu” (Hadits Muslim, Mukhtashar No.17776).
Apabila memang ingin mendapat kasih sayang dari Allah tentu lah manusia harus selalu berbuat untuk orang lain, berkurban dan berlaku tulus ikhlas lillaahita’ala agar menjadi karakter, watak yang kuat menjadi ciri pribadi. ”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"(QS. Al-Kahfi/18: 110).
Wallaahu a’lam bishshawaab



Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sukkron