Dalam hadits riwayat Al-Bukhari disebutkan bahwa Nabi shalallahu Alaihi wa
Sallam bersabda,:
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan
pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai
keperluan untuk meninggalkan makanan
dan minumannya (puasanya).”
(HR Al-Bukhari, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
Rasa syukur dan segala pujian selalu dipanjatkan hanya kepada Allah SWT,
ketika orang-orang yang beriman kembali bisa berjumpa bulan suci Ramadhan untuk
menunaikan ibadah puasa Ramadhan, perjumpaan dengan Ramadhan ini sudah puluhan
tahun kita lakukan, sehingga terkesan puasa untuk menjalankan rutinitas
seruan-Nya, meninggalkan makna yang mampu memperbaiki karakter dan perilaku
diri yang selama ini kurang terkontrol dan lebih memuaskan kemauan diri. Berpuasa
tidaklah sekedar menahan lapar dan dahaga, karena jika hanya itu maka
dampak positifnya sangat terbatas seperti kesehatan ragawi sebagaimana hasil
dari beberapa penelitian tentang puasa. Para Profesor dari Rusia setelah
mengadakan riset tentang puasa, jika dilakukan selama 3 minggu berturut akan
membersihkan mikroba sebagai penyebab timbulnya penyakit.
Sungguh luar biasa
ajaran tentang puasa ini bagi kehidupan kita karena di dalamnya terkait dengan
upaya mengkualitaskan diri menjadi manusia sejati yang sadar akan fungsi kedudukannya,
bukannya menjadi pribadi yang terkotori dengan berbagai hal yang dapat merusak
kualitas diri, sehingga pada hadist diatas betapa bahaya dan ruginya melakukan
kedustaan lebih-lebih pada Allah SWT sang pencipta, penguasa dan pengatur
seluruh alam semesta, sehingga kedustaannya tidak dapat memberikan manfaat
sedikitpun bagi aktifitas kehidupannya, sebagaimana janji-Nya termasuk orang
yang tidak beruntung karena melakukan perbuatan dosa. Secara bahasa al-shiyâm,
al-shaum, puasa, berarti menahan, al-imsâk. Adapun puasa dalam pengertian
terminologi agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang
membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan
syarat-syarat tertentu. Puasa Ramadhan, sebagai momentum untuk pencerahan diri,
karena sudah sekian kali ada banyak noda dan dosa yang terperagakan dalam
kehidupan ini, akibat dorongan hawa nafsu sehingga bebas dan tak terbatas untuk
melakukan kemaksiatan dan kehinaan, dan saat puasa inilah kita berusaha menahan
dengan sepenuh kekuatan untuk tidak melakukan perbuatan dosa yang penuh
kehinaan. Puasa menguatkan diri untuk istiqomah dengan kebenaran, bukan
kepalsuan, sehingga rasa lapar dan dahaganya menyadarkan akan besarnya karunia
Allah SWT yang telah diberikan kepada kita untuk selalu disyukuri bukan
dikufuri.
Puasa juga mampu
membangun kesadaran diri, karena selama perjalanan kehidupan manusia sering
kali dipengaruhi berbagai rayuan yang menggiurkan sehingga kehilangan kesadaran
diri, hanya untuk mengabdi pada seluruh keinginan diri, dengan berpuasa akan
terkendali untuk konsisten mengabdi pada Ilahi Rabbi. Setiap manusia pasti
memiliki banyak keinginan dalam kehidupannya, dan dari setiap daftar
keinginannya itu akan selalu diusahan semaksimal mungkin jangan sampai keinginan
yang ada itu hilang begitu saja, maka segala upayapun dilakukan untuk pemenuhan
keinginan tersebut. Ternyata ada fenomena yang menarik untuk kita cermati
disekitar pelaksanaan puasa Romadhan, salah satu diantaranya adalah merebaknya
dan meningkatnya budaya konsumtif di sebagian masyarakat kita. Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Sesungguhnya
Nabi Shalallahu alaihi wa salam adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan
dan beliau akan lebih dermawan (dari hari-hari biasanya) pada bulan Ramadhan,
ketika Jibril datang menemuinya dan adalah Jibril selalu datang menemuinya
setiap malam dari malam-malam bulan Ramadhan, hingga Ramadhan selesai,
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam membacakan al-Qur’an kepada Jibril. Dan
di saat ia bertemu Jibril beliau lebih pemurah (lembut) dari angin yang
berhembus dengan lembut“. (Muttafaq ‘alaih).
Puasa mampu
membentengi diri dari hal-hal yang bersifat destruktif, karena akan
menghancurkan kehidupannya, salah satu diantaranya budaya konsumtif. Perilaku
konsumtif telah menjadi gaya hidup, dimana melakukan pemborosan atas barang
atau jasa secara berlebihan, bahkan lebih mengutamakan keinginan daripada
kebutuhannya. Momentum Ramadhan oleh para pelaku usaha dijadikan ajang untuk
meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan strategi pemasaran yang tepat
diberikanlah berbagai diskon secara besar-besaran agar ada pertambahan pangsa
konsumen, sehingga ritual Ramadhan beriringan dengan pola konsumtif, baik
ditinjau dari pola makan yang seharusnya ada perubahan kuantitas ternyata
terjadi pertambahan dengan beragam menu yang ada, yang sebelum Ramadhan tidak
ada, ditinjau dari pola pembelanjaan pakaian terjadi pertambahan karena
dikaitkan dengan momen Idul Fitri, pembelanjaan pulsa semakin meningkat
baik untuk pemberian ucapan permohonan maaf saat menjelang Ramadhan dan 1
Syawal sehingga terjadi boming yang luar biasa besarnya dan masih ada lagi
berbagai praktek perilaku konsumtif yang ada disekitar kita. Firman Allah SWT
dalam surat Al –Insan : 29 :
Artinya:“Sesungguhnya (ayat-ayat) Ini adalah suatu peringatan, Maka barangsiapa
menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya.”
Problem
pembelanjaan yang mendorong terjadinya pola konsumtif, yang justru semakin
menjauhkan dari jalan menuju kepada Allah SWT, bagi orang beriman hendaklah
lebih selektif, kita sudah sama tahu amalan selama bulan Ramadhan akan dilipat
gandakan tetapi pengetahuan itu belum mampu diimplementasikan dalam kehidupan
yang lebih bermakna, mana itu keinginan dan kebutuhan, mana itu trend zaman dan
tuntunan, dan mana itu penghamburan dan ketepatan pembelanjaan. Peringatan ayat
diatas seharusnya mampu mendorong kepada kita untuk mendahulukan kebutuhan, tuntunan
dan ketepatan dalam pembelanjaan. Pola konsumtif hanya untuk mendapat pengakuan
dari komunitasnya, sekaligus semakin menjauhkan upaya peningkatan produtifitas
yang ada, dimana perbincangannya sekitar Mall yang memberikan diskon
lebih besar, pusat perbelanjaan yang lebih besar dan lebih lengkap
persediaannya, serta pemberian doorprize yang semakin mendorong berjubelnya
lautan manusia menuju titik keinginannya, sehingga kita akan semakin sulit
menemukan pribadi yang memiliki gagasan besar untuk perbaikan, pribadi yang
cerdas dengan terobosan wawasan yang produktif, karena kecenderungan budaya
konsumtif akan mendorong pada pribadi yang sekedar menjadi penonton, dan
pengekor tanpa ada upaya untuk membangun etos kerja yang lebih produktif. Puasa
Ramadhan yang penuh harapan agar menjadi orang bertaqwa, bersyukur dan
beruntung (QS:2:183,185,189) sejatinya bisa terwujudkan jika benar-benar
dilakukan tanpa adanya beban semacam pola komsumtif tersebut, sehingga puasa
Ramadhan merupakan ajang untuk pencerahan dan percepatan perubahan menuju yang
terbaik.
Wallahu a’alam.